Tarif Layanan Publik Tidak Bisa Ditetapkan Secara Sepihak

961
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut Abyadi Nasution. (tobasatu.com).

 tobasatu.com, Medan | Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mempertanyakan mekanisme penetapan kenaikan tarif pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), yang rencananya mulai diberlakukan Jumat (6/1/2017). Karena menurut undang-undang, penyelenggara layanan publik tidak bisa menetapkan tarif layanan publik secara sepihak.

“Dalam menetapkan tarif layanan publik, penyelenggara layanan harus melibatkan stakholder, yakni masyarakat sebagai pengguna layanan. Tidak bisa sesuka hati. Ini diatur tegas dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” tegas Abyadi Siregar, Kamis (5/1/2017).

Penjelasan Abyadi Siregar tersebut disampaikan terkait rencana pemberlakuan kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB sesuai PP Nomor 10 tahun 2016 yang dinilai sangat memberatkan masyarakat karena dinilai terlalu tinggi.

Dalam pasal 31 UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya ayat (4) menyebutkan, penentuan biaya/tarif pelayanan publik ditetapkan dengan persetujuan DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Jadi, ketentuan ini sangat jelas bahwa penetapan tarif layanan publik tidak boleh secara pihak dilakukan oleh penyelenggara layanan. Tetapi harus melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan. Nah, dalam UU ini dijelaskan bahwa, legislatif menjadi refresentasi masyarakat dalam menetapkan biaya/tarif layanan publik. Jadi, harus ada persetujuan masyarakat dalam hal ini melalui legislatif,” jelas Abyadi.

Nah, karena itu, Abyadi Siregar mempertanyakan apakah biaya/tarif baru pengurusan STNK dan BPKB yang mulai berlaku hari ini, sudah mendapat persetujuan DPR RI? “Saya sendiri belum tahu. Karena ini adalah wilayahnya DPR RI. Jadi kita di daerah ini belum tahu,” kata Abyadi.

Namun, Abyadi menilai kenaikan biaya/tarif yang mencapai hingga 100 persen ini terlalu tinggi bila dibanding kondisi ekonomi sulit masyarakat. Angka kenaikan ini seperti tidak melihat kondisi ekonomi sulit masyarakat saat ini.

BACA JUGA  Mau Jadi Kepsek SD Pun Dikenakan ‘Mahar’ Hingga Rp40 Juta

Bila mekanisme penetapan tarif pelayan publik ini tidak melalui mekanisme seperti diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2009, menurut Abyadi Siregar, sebaiknya ditunda dulu pemberlakuannya. “Tunda dulu untuk dikaji kembali. Karena kalau tidak melalui persetujuan DPR RI, itu artinya melanggar UU Nomor 25 tahun 2009. Masa pemerintah dan DPR melanggar UU? Kan nggk lucu?” tegas Abyadi.

Abyadi juga menyarankan, agar DPR RI mempertanyakan kenaikan biaya/tarif pengurusan STNK dan BPKB tersebut.

“Dewan harus menggunakan hak kewenangannya sebagaimana diatur dalam pasal 31 UU Nomor 25 tahun 2009. Kalau kenaikan ini tidak mendapat persetujuan dewan, sebaiknya harus segera meminta klarifikasi. Panggil semua pihak untuk memberi penjelasan kepada dewan,” tegas Abyadi Siregar. (ts-02)