tobasatu | Sejak tahun kemarin, pemerintah pusat telah menaikkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnB) untuk kendaraan mewah mencapai 125 persen. Jelas keputusan ini, membuat berbagai harga barang mewah melonjak.
Tapi siapa sangka, keputusan pemerintah membuat barang-barang ilegal kian marak beredar. “Kita ingin bertanya ini kebijakannya mau dibawa ke arah mana? Kalau niat mengubah peraturan agar masyarakat tidak ingin membeli (Harley-Davidson) itu salah. Lalu dasar referensinya apa? ” kata Presdir PT Harley-Davidson Djonnie Rahmat, Rabu (14/1) kemarin.
“Dan karena ingin memenuhi gaya hidup, ada tawaran lebih murah untuk memiliki Harley-Davidson. Akhirnya masyarakat memilih untuk membeli motor bodong (tanpa surat-surat). Siapa yang dirugikan kalau seperti ini? Pemerintah tidak mendapatkan pendapatan untuk negara. Sedangkan kami yang membayar pajak dibatasi,” tambahnya.
Djonnie menuturkan total pajak yang harus didapatkan saat membeli sebuah motor Harley-Davidson itu mencapai 215 persen. “Dihitung mulai ada pajak import duty senilai 30 persen, contohnya ketika di pelabuhan katakanlah Rp 100, itu dikali 30 persen, baru selanjutnya dikalikan lagi dengan pajak-pajak lainnya, mencapai total pajak hingga 215 persen,” ujarnya.
“Contoh untuk harga Harley Ultra, itu harga retail Rp 800 juta, Rp 500 juta harus dibayarkan untuk pajak. Pertanyaan besarnya, kita impor tidak sampai 1.000 unit. Dan kami menambah pemasukan negara, Namun sekarang akhirnya menurun (karena pajak baik untuk pemerintah maupun produsen Harley-Davidson Mabua), dan akhirnya kini banyak motor (Harley-Davidson) selundupan. Sehingga motor besar kini akan sulit terlacak,” tambahnya. (net\ 05)