Sidang Kasus Kepemilikan 550 Butir Ekstasi

761

Mengaku Menyesal, Terdakwa Menangis Dicerca Pertanyaan

Tobasatu| Ratih Felona alias Mey, terdakwa kasus kepemilikan 550 butir ekstasi di rumahnya di Jalan Teratai, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, berkali-kali mengusap air matanya dengan tisu. Dia menangis dicecar pertanyaan oleh hakim.

Dalam sidang yang digelar di Ruang Candra, Pengadilan Negeri Medan, kamis (12/2), dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, Ratih mengakui bahwa ektasi tersebut diperolehnya dari A Kau yang baru dikenalnya. Ekstasi tersebut dibungkus di dalam plastik dan diserahkan kepadanya di jalan.
“Saya lupa jalan apa, itu diserahkan ke saya, katanya dititipkan ke saya, nanti diambilnya, lalu saya serahkan uang Rp 40 juta sekian,” katanya.

Pertemuannya dengan A Kau, menurutnya yang pertama kali karena dia tidak pernah mengenaln sebelumnya. Begitupun, dirinya tidak bisa lagi menghubungi A Kau setelah itu. “Waktu itu dia menawarkan kepada saya untuk bekerja, menjual obat, itu waktu ditelfon, 2 atau 3 hari sebelum
ketemu,” katanya.

Mendengar hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Indra Cahya kemudian bertanya perihal awal mula dirinya berkenalan dengan A Kau yang dijawab Ratih bahwa dirinya dikenalkan oleh temannya dan tidak pernah
berhubungan sama sekali sebelum itu. “Kamu ini bagaimana, kok berani kali kamu dengan orang yang baru kamu kenal langsung mau menyerahkan uang Rp 40 jutaan untuk barang yang kamun sendiri sudah tau dilarang, dan itu pun di keramaian, apa kamu tak tau akibatnya, kamu pasti sudah tau di tivi-tivi itu orang bawa barang begini ini apa hukumannya,” katanya.

“Saya tahu pak hakim, saya menyesal,” kata Ratih sambil sesenggukan dan mengusap tangisnya.

“Oh, sekarang kamu menyesal, kalau tak ketangkap pasti kamu tak menyesal kan,” kata hakim yang kemudian menanyakan asal usul uang Rp 40 jutaan yang digunakannya untuk membeli ekstasi tersebut.

“Itu uang tabungan saya pak. Saya mengumpulkannya dari hasil kerja berjualan kain dari toko ke toko, selama bertahun-tahun,” katanya.

“Ini uang tabungan kamu dari jualan kain dan kamu gunakan untuk membeli barang haram ini, bagaimana kamu ini, berapa lama kamu kumpulkan uang kamu ini, lama kan,” tanya hakim yang diiyakan oleh Ratih.

Kemudian Ratih menjelaskan, bahwa saat penggeledahan di rumahnya tersebut, dirinya sudah pasrah saja karena tidak bisa berbuat apa-apa. Barang tersebut, menurutnya, berada di lemari rias di dalam kamarnya dibungkus plastik hitam. “Waktu itu, saya sebenarnya sudah tak ingat lagi dengan barang (ekstasi) itu,” katanya.

“Apa kamu bilang, kamu sudah tidak ingat-ingat lagi, itu barang kamu beli dengan harga Rp 40 jutaan, tapi kamu sudah tak ingat lagi, kamu sudah menyepelekan uang itu, biar kamu tahu, itu gaji saya selama setahun, dan kamu sepelekan itu,” katanya dengan nada tinggi kepada Ratih yang kembali mengusap wajahnya dengan tisu.

Dalam sidang tersebut, Ratih juga menjelaskan dari sisa yang sudah terjual, ektasi tersebut diberikan secara cuma-cuma kepada teman-temannya. Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi hakim sebagai upaya untuk membuat ketergantungan kepada yang diberinya agar nantinya terpaksa harus membeli kepadanya.

Usai mendengarkan keterangannya, Majelis Hakim yang diketuai Indra Cahya menunda sidang hingga sepekan mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum,Maria Magdalena.

Sebagaimana diketahui, dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Maria Magdalena disebutkan dia ditangkap pada Oktober 2014 silam bersama bersama 550 butir ekstasi dan 3 bungkus plastik berisikan 43,50 gram ekstasi yang sudah hancur, di rumahnya yang berada di Jalan
Teratai, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, kota Medan. Dia dijerat dengan pasal 114 dan pasal 112 ayat 2 UU 35 Tahun 2009 tentang penyalahgunaan narkotika dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.(ts-06)