Santri Al Kautsar Al Akbar Harus Berani Jadi Pengusaha

799

Tobasatu, Medan

Para santri yang tengah menimba ilmu di Pesantren Al Kautsar Al Akbar, diminta untuk merubah mindset dan pola pikir untuk hidup mandiri dan mempersiapkan diri menjadi seorang pengusaha, ketimbang mengharapkan diri menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah lulus nantinya.

Hal itu diungkapkan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, dihadapan Menteri Koperasi, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, saat mengunjungi Pesantren Al Kautsar Al Akbar yang terletak di Jl.Pelajar Timur, Medan, Jumat (20/2/2015).
Kedatangan Menteri Koperasi, Gubsu, Direksi PT Bank Mandiri, disambut langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren Al Kautsar Al Akbar Syekh Ali Akbar Marbun. Acara tersebut merupakan Wirausaha Muda Mandiri Goes to Pesantren yang merupakan program dari PT Bank Mandiri dengan Spirit Memakurkan Negeri.

“Program wirausaha muda ini diharapkan dapat melahirkan generasi pengusaha-pengusaha muda yang mandiri,” ujarnya.
Di Sumut, kata Gatot, tercatat ada 2,5 juta koperasi, belum lagi perekonomian simpan pinjam perempuan Sumatera Utara yang dikelola oleh perempuan melalui jalur PNPM mandiri. “Sekarang sudah ada 800 anggotanya. Ini potensi yang sangat menggembirakan,” katanya.

Kedatangan Menteri Koperasi ke Sumut khususnya ke pesantren ini, katanya, agar koperasi menjadi soko guru perekonomian di Sumut dan tingkat nasional.

Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan, pada tahun 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah masuk ke Indonesia. Suka atau tidak suka, ucapnya, harus tetap dilalui. Namun disadari, ketidakpastian dalam menghadapi MEA seperti Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas produk, serta soal permodalan yang membuat Indonesia kalah saing dengan negara tetangga.

“Share eskpor yang paling besar di ASEAN itu adalah Singapura. Padahal jumlah penduduknya lebih sedikit dibanding kita. Sharenya mencapai 34 persen,” ujarnya.

Negara kedua adalah Malaysia dengan share 19%, Thailand 17%, dan Indonesia berada di urutan keempat yang hanya15%. Jika dibanding dengan jumlah 250 juta penduduk, katanya, Indonesia masih sangat jauh.
Karena ketertinggalan itu, ia mengajak masyarakat agar mengakampanyekan produk Indonesia. Jadi bukan hanya sekedar menyintai tetapi juga memakai produk Indonesia. Kita, ujarnya, harus melawan pasar bebas dengan gerakan nasional. Dengan demikian, maka persoalan menghadapi tahap pertama MEA selesai.

Menanggapi soal kewirausahaan, ia menyambut baik program yang digerakkan oleh PT Bank Mandiri. Karena, hingga kini jumlah wirausaha di Indonesia hanya 1,65%. Jumlah ini masih sedikit dibanding jumlah penduduk Indonesia. Di Singapura jumlah wirausaha sebanyak 7 dari jumlah penduduknya, Malaysia 5%, Thailand 3%. “Ini tantangan untuk Indonesia untuk mencapai target wirausaha minimal 2 persen. Untuk itulah penyelenggaraan wirausaha diperlukan,” katanya. (ts-02)