tobasatu|Dengan penuh amarah, orang tua si gadis memaksa dirinya untuk pulang. Bukan itu saja, si gadis juga dilarang untuk bertemu lagi dengan pria asing itu.
Larangan itu tentu membuat si gadis sangat terpukul, apalagi ia dan pria asing tersebut telah sama-sama mengikrarkan cinta di atas bukit yang kini disebut dengan “Gundaling”.
Sejak saat itu, keduanya tak pernah bertemu lagi. Dorongan rasa cinta yang begitu kuat, membuat pria asing setiap pagi terus mendatangi bukit. Ia berharap bisa bertemu dengan gadis pujaan hatinya.
Sayangnya penantian panjang si pria asing hingga matahari terbenam tak pernah kesampaian. Sementara sang gadis, sejak diketahui berhubungan dengan pria asing selalu diawasi dengan ketat. Ia tak lagi sembarangan keluar rumah.
Apalagi, orang tua gadis telah menjodohkannya dengan sepupu kandung si gadis, dalam bahasa suku Karo disebut impal. Perasaan rindu dan kangen untuk bertemu dengan pria asing makin hari makin tak terbendung.
Akhirnya, si gadis hanya bisa melamun dalam kesedihan. Tak jarang ia juga selalu menangisi dalam kesendirian hingga matanya sembab.
Tak jauh dari tempat tinggalnya, si pemuda yang tidak mampu lagi menahan rasa rindunya, nekad untuk mendatangi rumah si gadis. Dengan cara mengendap-endap sang pemuda menemui gadis di rumahnya pada malam hari.
Suasana gelap gulita mebuat pemuda itu sangat berhati-hati, pemuda itu mendekati kamar sang gadis dan memanggil namanya dengan suara melat-melat agar seisi rumah tidak terbangun.
Mengetahui itu, gadis manis itu segera membuka jendela kamarnya. Ia mengatakan kalau dirinya dalam masa pingitan, sebab akan dinikahkan dalam waktu dekat.
Hal itu membuat si pemuda terkejut dan meminta si gadis untuk kabur bersamanya. Setelah bersepakat untuk bertemu di bukit tempat mereka biasa bertemu, pulanglah si pemuda.
Keesokan harinya pergilah si pemuda ke bukit tempat mereka janji bertemu. Tapi penantian itu sia-sia, sebab si gadis tidak datang. Sebab pelariannya diketahui keluarga.
Hingga sore menjelang, gadis pujaan tak kunjung datang, membuat si pemuda gelisah dan berjalan mondar-mandir seperti orang kebingungan.
Dia berjalan kesana kemari mencari gadis sambil berteriak memanggil “Darling”. Bahkan itu dilakukannya setiap hari selama sepekan. Pada akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Berastagi sambil membawa luka hatinya.
Sebelum pergi, ia memandangi bukit tempat ia bertemu dengan gadisnya. Maka terucaplah kata “Good Bye Darling” yang artinya “Selamat Tinggal Sayang”. Dia mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang sambil teriak sampai bukit tersebut tak kelihatan lagi di pelupuk matanya.
Masyarakat sekitar yang tak mengerti apa yang diucapkan sang pemuda karena bahasa yang berbeda mengubah pengucapan menjadi”Gundaling. Sejak saat itu bukit tersebut bernamaGundaling. Percaya atau tidak, namun begitulah sedikit cerita yang mengisahakan asal mula nama Gundaling.(tamat)