Menteri Susi Cabut Izin 6 Perusahaan Terlibat Illegal Fishing

797
Menteri Susi selain cabut Izin 6 perusahaan yang terlibat Illegal Fishing jua menyita 20 ribun ton ikan.(FHoto ist)

tobasatu,Jakarta | Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut izin sejumlah perusahaan, termasuk izin 6 grup besar, diantaranya DB Group DK Group. Selain mencabut izin perusahaan-perusahaan yang terkait illegal fishing, menurut Susi, pihaknya juga menyita kurang lebih 20.000 ton ikan untuk disita.
“Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) yang kita cabut karena illegal fishing tadi. Ada perbudakan juga, perpajakan. Kalau perpajakan, kita sudah hand over-kan ke Departemen Keuangan untuk ditindaklanjuti,” kata Susi, sebagaimana dilansir situs setkab.go.id, Senin (22/6/2015).
Saat ditemui wartawan, menteri yang kerap mengundang kontroversi ini baru saja diterima Presiden Jokowi untuk melaporkan hal tersebut.
Saat ditanya bagaimana respon Presiden Jokowi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan, intinya itu bagaimana caranya industri perikanan bisa maju ke depan.
“Presiden juga gemas melihat kita itu kaya sekali tetapi selama ini tidak membuat masyarakat dan nelayan Indonesia menikmati. Yang menikmati orang luar negeri,” ungkap Susi.
Banyak SMS
Sebelumnya dalam konperensi pers di kantornya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku mendapat banyak laporan dari nelayan, diantaranya melalui pesan pendek (SMS), terkait banyaknya warga negara asing yang melaut di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Selatan.
Menurut Menteri Susi, sekitar 450 anak buah kapal (ABK) asing berada di 82 kapal jenis pamboat yang beroperasi di Tahuna.
“Ada SMS yang masuk, warga nelayan Kabupaten Kepulauan Sangihe datang mengeluh karena Filipina datang ngambil ikan,” ungkap Susi.
Diantara pelaku pamboat itu, kata Susi, ada 23 orang agen dari warga Tahuna. Sebanyak 8 pamboat dilaporkan sudah ditangkap, dan sedang dalam proses di pangkalan TNI AL (Lanal) Tahuna.
Susi menuturkan, sebanyak 8 pamboat yang diproses tersebut berbendera Indonesia namun berawak ABK asing. Perizinannya dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
“Empat pamboat sempat diproses TNI AL, tapi Kejaksaan tidak memproses, dengan alasan ABK tidak punya identitas,” lanjut Susi.
Susi mengatakan, umumnya keluhan yang masuk melalui SMS berupa kekhawatiran nelayan pribumi akan keberlanjutan mata pencaharian mereka. Beberapa diantaranya juga mengeluhkan, kondisi banyaknya nelayan berkewarganegaraan tidak diindahkan oleh pemerintah daerah setempat termasuk bupati. (ts-02)