Putusan MK Bagaikan Tsunami Politik

3 views
Ilustrasi Pilkada serentak di kabupaten/kota.

tobasatu, Medan | Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan baru yang mewajibkan Anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pengunduran diri dan mundur dari jabatannya saat resmi ditetapkan sebagai calon.

Lantas bagaimana nasib sejumlah wakil rakyat di Sumut yang kini diketahui mencalonkan diri sebagai bakal calon (balon) bupati/walikota dalam Pilkada yang akan digelar serentak pada 9 Desember mendatang.

Anggota DPRD Sumut Muslim Simbolon yang merupakan Bakal Calon Bupati Asahan menyatakan keluarnya putusan MK itu merupakan tsunami politik dan mengebiri demokrasi.

Dikatakan Muslim, kepala daerah adalah ranah politik, bukan jabatan fungsional.

“Karena jabatan politik maka harus diisi oleh orang-orang politik,” sebut Muslim, Kamis (9/7/2015).

Jabatan politik menurut Muslim selain di legislatif juga ada di eksekutif dengan menjadi kepala daerah. Jika saluran politisi di eksekutif disumbat, maka tidak akan terjadi kaderisasi.

“Kemana lagi kader-kader politik ini akan disalurkan. Nantinya tidak akan ada politisi di eksekutif,” ujar Muslim Simbolon.

“Tapi karena saya sudah bercita-cita ingin maju maka apapun yang terjadi saya tetap maju,” tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Anggota DPRD Sumut lainnya yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah politisi PDI Perjuangan M Affan.

Menanggapi putusan MK tentang harus mundurnya anggota DPR yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, menurut Affam dia siap mengambil segala resiko jika memang partai memerintahkan dia maju ikut dalam pencalonan kepala daerah.

“Saat ini saya belum mendaftarkan diri sebagai balon bupati. Kalaupun nama saya ada dalam bursa pencalonan, itu karena instruksi partai. Jadi kalau MK memutuskan anggota DPRD harus mengundurkan diri saat maju pilkada, ya kita siap menempuh segala resiko,” ujar M Affan yang juga Anggota Fraksi PDIP DPRD Sumut.

Sementara anggota DPRD Sumut dari partai Demokrat H Saleh Bangun yang maju sebagai calon Walikota Binjai mengaku belum mendengar putusan MK tersebut. Namun menurutnya kalau sudah mencalonkan diri pantang mundur  apalagi dia juga sudah didukung partai.

Sebelumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi Wahihudin Adam S saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2015), menyebutkan apabila telah ditetapkan secara resmi oleh penyelenggara pemilihan sebagai calon dalam jabatan publik atau jabatan politik yang mekanismenya dilakukan melalui pemilihan, maka Anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus membuat surat penyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Selama ini, jelas Wahihudin, dalam Pasal 7 huruf s dan d Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak perlu mundur. Mereka hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinan.

Namun, syarat itu tak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka diharuskan mundur dari jabatannya sejak jadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Majelis Hakim Konstitusi menilai, seharusnya syarat ini tak hanya berlaku bagi PNS. Anggota DPR, DPD maupun DPRD juga harus mundur, hal ini semata biar terjadi keadilan. (ts-02)