MEA Diberlakukan, Buruh Sumut Pesimis Kalah Bersaing

969
Ilustrasi MEA. (ist)

tobasatu.com, Medan | Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang telah diberlakukan, membuat kaum buruh di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara (Sumut) pesimis. Pasalnya, dengan dukungan pemerintah yang tidak memadai, upah rendah dan kualitas yang dimiliki, diprediksi akan kalah bersaing dengan buruh asing yang berasal dari negara-negara ASEAN.

Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Sumatera Utara (Sumut), Willy Agus Utomo menyatakan, pihaknya menolak MEA. Hal ini dikarenakan, adanya kekhawatiran justru akan membuat buruh semakin terpuruk. Apalagi, di Indonesia sendiri masih banyak pengangguran yang belum terakomodir oleh pemerintah.

“Sumut saja masih banyak pengangguran, tapi kenapa harus menerima buruh dari luar negeri untuk bekerja di sini,” kata Willy kepada wartawan, Rabu (13/1/2015).

Selain itu, ungkap Willy, masih banyak juga perusahaan-perusahaan lokal yang belum siap menghadapi MEA ini. Misalnya, perusahaan menengah ke bawah, tentu akan kalah saing dengan perusahaan-perusahaan besar dari negara tetangga.

“Dan pasar bebas juga akan mengganggu dunia usaha ini, para pelaku usaha kita akan banyak yang gulung tikar nantinya,” ujar Willy.
Willy menilai, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan DPRD Sumut belum melakukan sosialisasi tentang MEA kepada buruh dan perusahaan. Sehingga dinilai masih banyak perusahaan dan buruh di Sumut ini yang tidak tahu tentang MEA.

“Pemerintah terkesan tidak mau tahu, hanya sekedar ikut-ikutan atau latah-latahan saja,” ujarnya.
Selain itu, ungkap Willy, buruh-buruh juga belum diberi pelatihan kerja dan disertifikasi untuk menghadapi MEA ini.

“Harusnya Pemerintah Sumut membuat pelatihan kerja untuk kaum buruh agar buruh siap bersaing dengan buruh asing dalam menghadapi MEA ini. FSPMI Sumut jelas kecewa dengan Pemerintah Sumut dan DPRD Sumut kenapa hanya meresmikan Monumen MEA, tapi tidak mempersiapkan secara keseluruhan dalam menghadapi MEA ini. Apa langkah untuk mengantisipasi datangnya buruh asing,” ujar Willy.

Harusnya, ungkap Willy, pemerintah serius menangani antisipasi agar buruh lokal dan pengusaha lokal, tidak kalah saing dengan pekerja asing.

“Sebab dengan diberlakukannya MEA ini akan berimplikasi ke buruh dimana dampaknya akan dirasakan langsung oleh buruh,” katanya.

Willy berharap pemerintah segera melakukan langkah-langkah konkrit yang dapat melindungi masyarakat, seperti skema perlindungan sektor tenaga kerja dan membatasi tenaga kerja asing masuk ke Indonesia.

“Sepanjang pemerintah tidak membuat skema yang jelas, berarti pemerintah dinilai tidak jelas memberikan perlindungan terhadap sektor tenaga kerja. Ini suatu musibah besar yang akan terjadi di Indonesia,” tegasnya. (ts-13)