tobasatu.com, Medan | Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menilai pernyataan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Sekretaris Daerah menyangkut rencana pembentukan tim pendataan ulang lahan eks HGU PTPN 2 seluas 5873 Ha atau 6.000 Ha (versi PTPN 2) adalah langkah sia- sia.
Persoalan tersebut menurut Sutrisno, dipastikan tidak dapat diselesaikan di tingkat provinsi, sehingga pernyataan tersebut justru ditengarai sebagai lips service atau justru sebuah upaya memberi kesempatan kepada para mafia tanah untuk segera menuntaskan berkas- berkas kepemilikan tanah “Tuhan“ tersebut.
BACA JUGA:
Menurut Anggota Komisi C DPRD Sumut tersebut, sebagaimana kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu, Pemprovsu dan PTPN 2 saling lempar kesalahan, dimana Pemprovsu menyatakan, Tim B Plus telah menyerahkan hasil kerja pendataan rencana distribusi lahan, sementara PTPN 2 menyatakan bahwa Pemprovsu belum menyerahkan daftar nominatif.
“Akhirnya, pemerintah dan anak kandung pemerintah saling berdebat. Sementara mafia tanah jalan terus melakukan perampasan dan perampokan tanah milik negara tersebut. Lalu, sesungguhnya apa yang menjadi persoalannya ? Persoalannya adalah, bahwa terlalu banyak pihak yang telah terlibat dalam penguasaan tanah tersebut,” ujar Sutrisno, Jumat (12/2/2016).
Menurut Sutrisno, di berbagai tingkatan pemerintahan dipastikan para mafia memiliki kaki tangan. Kita meyakini di semua lini pemerintahan, para oknum terlibat dalam konspirasi besar membagi tanah milik Negara tersebut. Mereka berkolaborasi dengan para mafia tanah, sehingga dengan bebas mereka merampas dan menguasai tanah milik Negara tersebut.
“Kepada siapakah kita berharap persoalan ini dapat diselesaikan? Tentu masih ada, Presiden selaku kepala Negara/ Pemerintahan memiliki kewewenangan yang besar untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Kita meminta Presiden menerbitkan Kepres Penyelesaian Konflik Tanah, dimulai dari konflik tanah antar Negara dengan masyarakat,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam berbagai rapat dengar pendapat yang kita gelar di Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara tahun lalu, kita mendapati bahwa di masa lalu bahwa Negara, melalui perusahaan Negara atau kini BUMN juga melakukan perampasan hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat, atas nama pembangunan maupun karena tuduhan bahwa para pemilik tanah tersebut terlibat organisasi terlarang.
Presiden juga diminta menunjuk ketua tim nya dari luar kabinet kerja untuk menghindari konflik kepentingan.
“Kalau Presiden bersedia mendengarkan masukan kita, Presiden diminta menunjuk para mantan pimpinan KPK untuk menjadi tim penyelesaian konflik tanah. Sebab diyakini, bahwa praktik suap terjadi dalam proses peralihan, perampasan dan perampokan tanah milik Negara tersebut,” sebut Sutrisno Pangaribuan. (ts-02)