BACA JUGA:
tobasatu.com, Medan | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kendaraan operasional Bank Sumut senilai Rp18 miliar yang bersumber dari Rencana Anggaran Kerja (RAK) tahun 2013.
Salah satu yang ditetapkan Kejatisu sebagai tersangka adalah rekanan atau penyedia jasa Direktur CV Surya Pratama H Haltafif MBA. Tak terima dijadikan tersangka, Haltatif yang mengaku bangkrut dan tercoreng nama baiknya pun menggugat PT Bank Sumut secara perdata sebesar Rp80 miliar.
Perihal gugatan yang dilakukan rekanan kepada PT Bank Sumut ini tobasatu.com peroleh dari Ketua Rumah Aspirasi Romo Center, Ir Tosim Gurning, Senin (4/7/2016). Proses gugatan secara perdata saat ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Medan.
Dijelaskan Tosim, sebelumnya Direktur CV Surya Pratama H Haltafif MBA telah mendatangi Rumah Aspirasi Romo Center guna meminta advokasi dan menceritakan kronologis kekisruhan kontrak sewa menyewa yang berujung tudingan penggelapan uang negara, yang mengakibatkan Haltafif ditetapkan sebagai tersangka.
Kepada tobasatu.com, Tosim juga menyebutkan tidak benar ada kerugian negara sebesar Rp4,9 miliar sebagaimana dilansir Kejatisu yang menyebutkan kerugian itu berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP).
Menurut Tosim, perihal kerugian negara sebesar Rp4,9 miliar itu sebelumnya sudah dikonfirmasi langsung oleh Anggota DPR RI H Romo Raden Muhammad Syafii kepada Kajatisu yang baru, Bambang Sugeng Rukmono dan juga Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Asep Mulyana.
Kepada Raden Syafii yang akrab disapa Romo, Bambang mengakui kerugian sebesar Rp4,9 miliar itu bukan hasil audit BPKP melainkan hasil audit internal yang dilakukan penyidik Kejatisu.
Padahal, sebelumnya Kejatisu telah memiliki kesepakatan (MoU) bahwa lembaga resmi yang dipercaya untuk melakukan audit bagi kejaksaan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP). Sehingga diluar dua lembaga resmi itu hasil audit tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Kejatisu kan bukan LSM yang bisa melakukan audit menggunakan lembaga yang tidak resmi. Sehingga dapat dikatakan hasil audit yang dilakukan Kejatisu tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak dilakukan oleh lembaga resmi yang sudah disepakati yakni BPK dan BPKP,” ujar Tosim.
Alih-alih menimbulkan kerugian negara, pihak rekanan justru mengaku bangkrut dan di black list akibat pemutusan kontrak kerja sepihak dengan PT Bank Sumut, sehingga akhirnya mengajukan gugatan perdata ke PN Medan sebesarRp80 miliar.
Sebelumnya Raden Syafii menuding Kejatisu telah melakukan ‘tebang pilih’ dalam menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus itu. Raden juga menilai ada nuansa politis dalam penanganan kasus tersebut.
Sebab salah satu Calon Direktur Bisnis dan Syariah yang ikut mendaftar, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejatisu hanya dua jam setelah digelarnya rapat umum pemegang saham (RUPS) Bank Sumut. Sebab diketahui calon direksi yang dijadikan tersangka ini telah mendapatkan dukungan tertulis dari beberapa bupati/walikota sebagai pemegang saham Bank Sumut.
Penetapan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan kendaraan dinas operasional PT Bank Sumut ini juga dinilai ‘tebang pilih’ sebab dua direksi yang menandatangani kontrak kerja yakni EJG dan ER, justru tidak tersentuh dalam kasus ini. Padahal keduanya yang menandatangani kontrak kerja.
Selain itu, semua kebijakan dan prosedur di PT Bank Sumut sifatnya tersentralisir dan harus dilakukan oleh direksi. Sehingga cukup aneh bila dalam kasus ini direksi tidak tersentuh hukum dan justru sejumlah kepala divisi yang terkesan ‘dikorbankan’ karena ditetapkan sebagai tersangka. (ts-02)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.