Cara Kejatisu Tangani Tersangka Korupsi Bank Sumut Dipertanyakan

788
Ilustrasi.

tobasatu.com, Medan | Anggota Komisi III DPR RI H Raden Muhammad Syafi’i mempertanyakan kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dalam menetapkan tersangka korupsi Bank Sumut, Irwan Pulungan cs.

Kepada wartawan di Medan, Rabu (2/11/2016), Raden Syafii menyatakan penetapan tersangka pidana harus ada perkara pokoknya. Contohnya, menuduh orang membunuh, harus ada mayat yang dibunuh. Menuduh orang korupsi harus ada kerugian Negara.

Karena itu terkait persoalan Irwan Pulungan dan kawan-kawan, menurut Raden Syafii yang akrab disapa Romo, Kajatisu telah melakukan pelanggaran hukum.

“Karena penetapan Irwan Pulungan dan kawan-kawan sebagai tersangka, itu mereka lakukan tanggal 13 Juni 2016.  Kemudian sejak tanggal itu, Asep selaku Aspidsus Kejati Sumut berkoar-koar di media massa telah terjadi kerugian Negara, yang angkanya berubah-ubah karena menyebut kerugian yang ditimbulkan yakni  Rp4 miliar, kemudian diralatnya Rp7 miliar, berganti lagi menjadi Rp8miliar, Rp10 miliar dan kemudian disebutkan Rp11 miliar,” sebut Romo.

Politisi Partai Gerindra itu menyebutkan laporan tentang kerugian Negara itu baru ditemukan oleh Kantor Akuntan Publik tanggal 30 Agustus 2016.

“Jadi bagaimana mungkin menetapkan tersangka korupsi padahal kerugiannya belum ditemukan, itu sama dengan menuduh pembunuh tanggal 13 Juni, pembunuhannya terjadi tanggal 30 Agustus. Lebih aneh lagi, audit kerugian Negara itu tidak dilakukan oleh badan yang secara resmi ditetapkan undang-undang sebagai auditor Negara,” sebut Raden Syafii.

Berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang boleh mengaudit keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), apalagi audit investigasi.

Kemudian berdasarkan putusan MK no 31/PUU-X/2012, menetapkan audit boleh juga dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Intinya, audit keuangan Negara yang berwenang melakukannya hanya BPK dan BPKP.

“Lalu apa dasar audit yang dilakukan Kejatisu yang dilakukan oleh kantor akuntan Publik. Apalagi menggunakan kantor akuntan publik sebagai lembaga swasta, harus menggunakan biaya.  Pertanyaannya, dari mana pembiayaan itu, karena tidak ada dalam nomenklatur keuangan Kajatisu. Kalau dia bilang gratis, pertanyaannya ada apa. Siapa yang memiliki kantor akuntan publik di kalangan para jaksa itu. Ini artinya, audit Kantor Akuntan Publik sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan,” sebut Raden Syafii.

Karena itu, kata Raden Syafii, Rumah Aspirasi berpendapat persoalan masih perlu diselidiki karena hal ini berindikasi kajatisu menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum.

Sebagaimana diberitakan Kejatisu telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil dinas PT Bank Sumut. Salah seorang tersangka, Irwan Pulungan menyerahkan diri ke Kejatisu pada 21 Oktober 2016, setelah sempat dinyatakan DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Kejatisu. Sementara 2 lainnya hingga kini masih buron.

Irwan Pulungan menyerahkan diri setelah putusan prapid yang diajukannya ke PN Medan ditolak oleh majelis hakim. (ts-02)