FITRA : Pengembalian Uang Korupsi Tidak Hilangkan Sanksi Pidana

887
Direktur Eksekutif FITRA Rurita Ningrum. (tobasatu.com/facebook Rurita)

tobasatu.com, Medan | Direktur Eksekutif Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) Rurita Ningrum menyatakan pemberantasan korupsi di Indonesia hendaknya tidak pandang bulu. Dimana pengembalian uang korupsi yang dilakukan hendaknya tidak menghilangkan sanksi pidana, sekalipun koruptor tersebut menjadi whistle blower (pelapor pelanggaran).

“Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi hendaknya memang tidak pandang bulu. Siapapun pelaku yang dengan sengaja atau turut serta melakukan korupsi harus mendapat hukuman yang setimpal. Walaupun mengembalikan uang korupsi, tapi itu tidak menghilangkan sanksi pidananya,” tutur Rurita Ningrum, Jumat (20/4/2018).

Hal ini dikatakan Rurita menanggapi pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan periode 2014-2019, terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.

Dikatakan Rurita, upaya KPK untuk mengembalikan kerugian negara sudah tepat dengan cara melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap para tersangka. Namun demikian, katanya, apapun ceritanya pengembalian uang korupsi yang dilakukan tidak akan menghilangkan sanksi pidananya, sekalipun koruptor tersebut menjadi Whistleblower (pelapor pelanggaran).

“Pengakuan dan pengembalian uang hasil korupsi yang mereka (mantan dan anggota DPRD Sumut) lakukan itu hanya meringankan sanksi hukuman pelaku, bukan menghilangkan hukuman pidananya,” jelas Ruri menjawab soal adanya desas-desus yang beredar bahwa yang mengembalikan uang suap tersebut akan ‘diloloskan’ dari hukuman.

Sebelumnya diberitakan, belasan mantan dan anggota DPRD Sumut yang diduga terlibat dalam kasus suap mantan Gubsu, Gatot Pujo Nughoro, disebut telah mengembalikan uang suap yang mereka terima.

Menurut Juru Bicara KPK, Febridiansyah, berdasarkan 3 hari penyidikan yang dilakukan KPK di Medan, 15 orang telah mengembalikan uang yang pernah diterimanya terkait kasus suap interpelasi dan pengesahan APBD Sumut.

“Dari 3 hari penyidikan yang dilakukan Tim kita (KPK) di Sumut, lebih dari 15 orang telah mengembalikan uang yang pernah diterimanya terkait kasus suap yang melibatkan Gatot Pujo Nugroho. Dan nilai yang dikembalikan itu mencapai ratusan juta rupiah,” sebut Febri, Kamis (19/4/2018).

Lebih jauh dikatakannya, KPK pun menghargai sikap kooperatif tersebut dan tentu dapat di pertimbangkan sebagai alasan yang meringankan hukuman. Namun demikian, Febri juga mengingatkan kepada seluruh tersangka dan saksi-saksi lainnya agar memberikan informasi seluas-luasnya dan mengembalikan uang yang pernah mereka terima.

Sebagaimana diketahui, tim penyidik KPK kembali datang ke Medan sejak Senin (16/4/2018). Kedatangan tersebut guna melanjutkan pemeriksaan terhadap 53 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut sebagai saksi atas kasus suap dari Gatot untuk 38 tersangka baru yang sudah ditetapkan pada bulan Maret 2018.

Pemeriksaan pun dilakukan secara marathon oleh penyidik KPK di Mako Brimob Poldasu. Dimana untuk pemeriksaan hari pertama, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 22 orang. Kemudian di hari kedua, Selasa (17/4/2018), penyidik memeriksa 20 orang.

Selanjutnya, pada hari ketiga, Rabu (18/4/2018), penyidik kembali melakukan pemeriksaan terhadap 11 orang mantan dan anggota DPRD Sumut. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, belasan anggota dewan diketahui telah mengembalikan uang hasil suap yang mereka terima.

Dari sejumlah nama anggota DPRD Sumut yang mengembalikan uang korupsi, terdapat nama Evi Diana yang merupakan istri Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, yang ketika itu merupakan anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar, serta politisi PDI Perjuangan Brilian Moktar. (ts-02)