Dinkes Perlu Bentuk Tim Reaksi Cepat Layanan Kesehatan

888
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar saat menjadi narasumber pada acara Workshop Pengembangan Mekanisme Pengaduan Pemerintah Daerah untuk Meningkatkan Layanan Kesehatan, di Medan, Rabu (12/9/2018). (tobasatu.com)

tobasatu.com, Medan | Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan kabupaten/kota di Sumut dinilai perlu membuat nomor kontak pengaduan (Call Centere) dan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Layanan Kesehatan, untuk merespon keluhan masyarakat yang mendapatkan pelayanan kesehatan kurang baik dari rumah sakit.

Hal itu ditegaskan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar saat menjadi narasumber pada acara Workshop Pengembangan Mekanisme Pengaduan Pemerintah Daerah untuk Meningkatkan Layanan Kesehatan, di Medan, Rabu (12/9/2018).

Menurut Abyadi, pembuatan nomor kontak pengaduan sekaligus pembentukan TRC Layanan Kesehatan tersebut, diperlukan karena selama ini begitu banyak laporan mengenai layanan kesehatan yang kurang baik di Sumut.

“Fungsi Dinas Kesehatan itu kan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap layanan kesehatan. Karena fungsi itulah, terutama fungsi pengawasannya, sehingga Dinkes harus membuat nomor call center dan membentuk TRC Layanan Kesehatan. Unit ini diharapkan berpetan untuk merespon dengan cepat setiap keluhan masyarakat terkait layanan kesehatan. Apalagi, ini menyangkut dengan nyawa manusia. Karena sedikit saja layanan terlambat, maka nyawa bisa melayang,” kata Abyadi.

Pada kesempatan tersebut Abyadi menuturkan bahwa layanan kesehatan di Sumut tidak “sehat” atau tidak baik. Hal itu dapat dilihat dari berbagai hal. Ini bisa dilihat mulai dari pelayanan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan sampai pelayanan di rumah sakit.

“Beberapa aturan BPJS banyak tidak sampai ke masyarakat. Misalnya informasi mengenai aturan masa waktu opname yang simpangsiur dan jenis obat apa saja yang dicover BPJS, itu tidak diketahui masyarakat,” kata Abyadi.

Kemudian, lanjut Abyadi, mengenai layanan di rumah sakit yang paling banyak dilaporkan masyarakat ke Ombudsman.

“Seperti diopname atau tidak. Pasien merasa sudah sangat kesakitan sampai tidak bisa tidur, tetapi oleh dokter mengatakan tidak ada indikasi rawat inap, hanya disuruh berobat jalan. Ini banyak kita temui,” kata Abyadi.

Abyadi mencontohkan salah seorang pasien dari Gunung Sitoli, Kepulauan Nias, yang dirujuk ke RS Adam Malik Medan. Sampai di rumah sakit, pasien hanya disarankan berobat jalan dan harus mencari penginapan selama masa pengobatan tersebut.

“Bayangkan orang berobat jauh-jauh dari Nias, dirujuk karena rumah sakit di sana tidak sanggup lagi. Tapi  setelah sampai sini (rumah sakit di Medan-medan), justru disuruh berobat jalan. Mau menginap di mana pasien dan keluarganya? Sementara pasien keluarga sudah secara ekonomi. Untuk makan saja selama berobat di Medan tidak ada biaya, apalagi biaya penginapan,” tegas Abyadi.

Oleh karena itu, menurut Abyadi, semua pihak harus terlibat dalam proses pengawasan penyelenggaraan layanan kesehatan di Sumut.

Terkait soal nomor kontak pengaduan (call centere), menurut Abyadi, ini juga begitu sangat penting. Justru antara call center dan TRC Layanan Kesehatan ini harus saling berkaitan dalam bekerja.

Ketika petugas penjaga call centere menerima laporan masyarakat, maka langsung diinformasikan kepada TRC Layanan Kesehatan untuk selanjutnya ditindaklanjuti. Karena itu, tim pengelola call centere dan TRC Layanan Kesehatan ini, harus bekerja 24 jam.

“Sehingga, jika ada pelayanan yang tidak baik dari rumah sakit bisa disampaikan ke pusat pengaduan tersebut dan langsung direspon dengan cepat oleh tim tadi,” pungkasnya.

Selain Abyadi Siregar, workshop tersebut juga menampilkan narasumber lain yakni Zairu Rambe (Dinkes Medan) dan Direktur Eksekutif FITRA Rita Ningrum. Workshop tersebut dilaksanakan kerjasama USAID CEGAH, Ombudsman RI Perwakilan Sumut dan FITRA Sumut. (ts-02)