tobasatu.com, Jakarta | Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk berhati-hati menayangkan informasi mengenai peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang, pada Senin (29/10/2018).
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk berhati-hati menayangkan informasi mengenai kejadian tersebut khususnya yang bersumber dari informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
BACA JUGA:
“Kami meminta lembaga penyiaran tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi hoaks ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber berwenang terkait dengan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Ini untuk menghindari kesimpangsiuran informasi. Karena itu, kami mendorong sumber yang diperoleh terkait kejadian ini harus berasal dari instansi berwenangan dan sehingga dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya,” tutur Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis dalam siaran pers yang diterima tobasatu.com, Selasa (30/10/2018).
KPI dan KPID Sumut juga mengimbau lembaga penyiaran untuk tidak menyebarkan foto-foto korban maupun potongan gambar korban musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang berasal dari media sosial maupun dari sumber lainnya melalui media penyiaran.
“Kami mengingatkan kembali bahwa pedoman peliputan soal bencana dan kejadian luar biasa seperti kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air, harus mengedepankan etika jurnalistik serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012,” jelas Yuliandre.
Adapun kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik antara lain wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat.
Selain itu dalam penayangan peliputan benca atau musibah pada program siaran jurnalistik juga dilarang untuk menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya; menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian; mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber; menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up; dan/atau menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh.
“Media juga wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah,” ujarnya. (ts-02)