tobasatu.com, Medan | Ratusan perempuan dari berbagai lintas organisasi di Medan berkumpul dan merayakan Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day), Sabtu (7/3/2020) di Lapangan Merdeka, Medan.
Dalam aksinya, mereka menyatakan sikap menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang saat ini tengah digodok DPR. Bersamaan dengan itu, mereka juga mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
BACA JUGA:
Negara juga diminta melindungi perempuan dari berbagai bentuk diskriminasi.
Koordinator Pelaksana Perayaan IWD 2020, Dina Lumbantobing menjelaskan kewajiban negara melindungi dari berbagai bentuk diskriminasi tercantum dalam UU HAM No.39/1999, UU Penghapusan Berbagai Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan No.7 tahun 1984 dan UU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan.
Negara juga berkewajiban melindungi anak-anak sesuai UU No.35/2014, termasuk mensosialisasikan Revisi UU Perkawinan No.16/2019, mengenai usia minimum untuk kawin, mengawasi implementasinya di dalam masyarakat.
“Kami mengingatkan negara untuk menjalankan amanah CEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women,red),” terang dia.
Amanah CEDAW ini, lanjut Dina telah diundangkan di UU No.7/1984 pasal 2 yang pada dasarnya mengharuskan negara membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, keblasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap perempuan.
“Dalam perayaan International Womens Day 2020 ini, kami perempuan Sumut lintas organisasi dan kelompok perempuan akar rumput yang berjumla 180 an perempuan dan sekitar 10 orang laki-laki pendukung berkumpul bersama untuk melakukan pendalaman pengetahuan dan menguatkan kesadaran kami atas Hak-hak Azasi Manusia dan Perempuan,” tuturnya.
Kata Dina, ada hak-hak sebagai perempuan untuk memutuskan untuk kawin atau tidak, mempunyai anak atau tidak, berkeluarga atau tidak, dan memutuskan bentuk keluarga kami. Semua itu adalah hak-hak pribadi yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara.
“Kami berhak untuk bekerja, berkiprah di luar rumah tangga, sesuai dengan kemampuan dan keinginan kami. Kami berhak untuk menikmati privasi kami, menikmati hidup kami, dan kami bertanggung jawab penuh atas diri kami,” jelasnya.
Dan kaum perempuan, jelas dia, perlu mengingatkan negara bahwa kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual terus meningkat sebagaimana telah berulang kali tunjukkan dalam data-data setiap tahunnya.
“Bahwa hak-hak perempuan petani, perempuan pekerja khususnya pekerja rumahan masih sering dilanggar bahkan diabaikan secara sistematis,” tandasnya. (ts-02)