tobasatu.com, Medan | Tiga pimpinan redaksi (Pimred) perempuan dari media mainstream, berbagi kisah tentang pelaksanaan gender di ruang redaksi, lewat webinar yang diselenggarakan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerjasama dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kamis (13/8/2020).
Mereka adalah Rosiana Silalahi dari Kompas TV, Irna Gustiawati dari Liputan6.com, serta Uni Lubis dari IDN Times. Ikut berbagi kisah dalam kesempatan itu Direktur Utama Perum LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat yang akrab disapa Dimas, serta Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA Indra Gunawan.
BACA JUGA:
Rosiana Silalahi saat menjawab pertanyaan host Khairiah Lubis soal penerapan kesetaraan gender menyatakan di level Pimpinan Redaksi saat ini terdapat 15 orang Pimred Perempuan dari media mainstream nasional yang tergabung dalam Forum Pimred.
Khusus di dunia jurnalisme televisi terdapat berbagai posisi baik kamerawan, news anchor (pembaca berita), host, maupun reporter, dan itu tidak harus dibatasi apakah laki-laki ataupun perempuan.
Di Kompas TV, sebutnya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi, asalkan memiliki kemampuan. Saat ini dari 5 manajer di Kompas TV, 1 diantaranya perempuan. Demikian pula dari 34 produser, 13 diantaranya merupakan perempuan.
Kesetaraan gender di Kompas TV menurutnya sudah dimulai dari hal yang mendasar seperti mengganti penyebutan untuk kamerawan dengan campers (camera person).
“Hal ini merupakan hal yang sangat basic tapi menunjukkan nilai yang sangat prinsip. Sebab banyak profesi di redaksi yang diisi oleh laki-laki. Dengan sebutan Campers, baik laki-laki maupun perempuan bisa menempati posisi tersebut, asalkan memiliki kompetensi,” tutur Rosiana Silalahi yang akrab disapa Oci.
Selain itu, penerapan kesetaraan gender juga harus dimulai dari hulu ke hilir. Artinya dari tingkat campers sudah harus paham sudut pengambilan gambar yang tidak merugikan korban pelecehan seksual. Seharusnya campers sudah bisa memilih gambar mana yang layak untuk ditayangkan, dengan tidak mengekspose tempat tinggal atau wajah korban pencabulan.
“Jadi di tingkat campers mereka juga sudah mulai memilah pengambilan gambar. Tidak bisa begitu saja melimpahkan tanggungjawab kepada editor. Sebab terkadang saat editor kewalahan karena banyak yang mau dikerjakan, hal-hal yang berpotensi merugikan korban pelecehan seksual akan lolos dari pengamatan editor,” sebut Rosiana Silalahi.
Sementara Pimred Liputan6.com, Irna Gustiawati menyatakan saat ini komposisi laki-laki dan perempuan di ruang redaksi mereka 55:45. Angka tersebut diakuinya memang belum ideal. Tapi untuk pemilihan posisi yang strategis menurutnya tidak melihat apakah laki-laki ataupun perempuan.
“Sebagai contoh, posisi Redaktur Pelaksana (Redpel) rubrik Bisnis dan Tekno saat ini diisi oleh Perempuan. Padahal rubrik ini identik dengan laki-laki. Demikian pula Redpel untuk rubrik Lifestyle saat ini ditempati oleh laki-laki, padahal rubrik itu sangat identik dengan perempuan,” sebut Irna.
Selain itu penerapan kesetaraan gender lebih kepada bagaimana agar konten yang dihasilkan lebih perprespektif gender.
Sejak dirinya menjabat sebagai Pimpinan Redaksi, sebut Irna, dia melarang judul berita yang mengarah kepada bias gender. Misalnya penyebutan ‘Perempuan Cantik’ atau ‘Laki-laki Ganteng’ sebagai judul berita. Selain itu kasus pelecehan seksual juga tidak boleh diceritakan secara detail.
Dia mencontohkan kasus prostitusi online yang melibatkan artis berinisial VA beberapa waktu lalu. Menurut Irna, di dalam pemberitaan mereka tidak pernah menyebutkan nama artis tersebut secara lengkap, namun hanya menggunakan inisial nama. Meski konsekuensinya adalah klickbait (trafik) pembaca mereka tidak akan sebanyak media yang lain.
“Ada beberapa kasus yang memang trafiknya lumayan tinggi, tapi kita mengerem-ngeremnya, karena mereka juga selain pelaku adalah korban. Kita tidak mau jika kedepannya berita itu nanti dibaca anak cucunya. Sebab mereka juga adalah korban,” sebut Irna.
Sampai sekarang, tambah Irna, mereka terus belajar bagaimana agar konten-konten serupa ini (kasus pelecehan seksual—red) ini tetap menjadi perhatian, dan rutin memberikan pelatihan tentang kesetaraan gender bagi anggota redaksi baik reporter maupun editor. Dia juga berharap agar media di daerah bisa menularkan semangat yang sama.
Sementara itu Dirut Perum LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat secara gamblang menyatakan tidak terlalu spesifik peduli tentang kesetaraan gender di ruang redaksi. Dia lebih mengutamakan diversifikasi, memperkaya kebhinekaan di ruang redaksi, yakni gender, etnisitas dan kepercayaan.
Demikian pula dalam pemilihan narasumber. Alih-alih memilih narasumber berbasis gender menurut Dimas dia lebih setuju pemilihan narasumber harus berbasis kompetensi. “Kalau dia berbicara tentang pengobatan ya dia harus doktor atau professor di bidang medis,” sebutnya.
Namun menurut Ketua Umum FJPI Uni Lubis yang juga menjabat sebagai Pimred IDN Times, Dirut Perum LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat memiliki kepedulian terhadap jurnalis perempuan. Hal ini terbukti saat Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2020 di Banjarmasih bulan Februari lalu, LKBN Antara memberikan kesempatan kepada 10 jurnalis perempuan yang tergabung di FJPI untuk mengikuti uji kompetensi, dengan segala pembiayaan dan akomodasi ditanggung oleh LKBN Antara.
Sebagai ketua umum dari organisasi jurnalis perempuan, Uni Lubis menyatakan kesetaraan gender bukan berarti perempuan minta diperlakukan secara khusus.
“Perempuan di FJPI bukan berarti perempuan harus diproteksi. Tapi agar perempuan lebih tangguh dan berkompetisi. Karena itu kapasitasnya harus ditingkatkan. Anggota FJPI jangan baperan, karena jadi jurnalis itu tidak gampang,” sebut Uni Lubis.
Webinar seri ke-4 sekaligus penutup yang mengambil tema Kesetaraan Gender di Ruang Redaksi ini dilaksanakan FJPI bekerjasama dengan Kementrian PPPA dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN).
“Ke-4 seri webinar diharapkan menjadi inspirasi bagi rekan-rekan untuk melakukan peliputan di tengah pandemi, khususnya di bidang perempuan dan anak,” ujar Uni Lubis.
Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA Indra Gunawan juga menyampaikan apresiasi atas 4 seri webinar yang dilakukan FJPI. Sebab menurutnya melalui FJPI Kementrian PPPA ingin bersama-sama mengupayakan kesetaraan gender.
“Peran media sangat besar dalam mengedukasi masyarakat. Media berperan dalam merubah pandangan masyarakat tentang kesetaraan isu gender. Pemerintah sudah melakukan main streaming gender baik di instansi pemerintah dan pemda. Melalui webinar ini, kami mengapresiasi antusias masyarakat untuk belajar dari pemimpin redaksi,” sebutnya. (ts-02)