BACA JUGA:
tobasatu.com, Nias | Sekumpulan dokter, guru besar, ahli gizi, dan dosen di Sumatera Utara bersatu dalam Yayasan Cahaya Peduli Semesta Indonesia (YCPSI) ikut mendukung program pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting di Kepulauan Nias.
“Kehadiran kami untuk melengkapi apa yang kurang. Kita tidak akan mengganggu program pemerintah. Namun di sini tugas kami adalah mengisi ruang, celah, atau geup yang tidak diisi atau tidak diselesaikan. Namun Kami siap berkolaborasi baik itu dengan pihak pemerintah, lintas sektor agama, organisasi, maupun pihak lainnya. Karena bagi Kami, berbuat sedikit jauh lebih baik daripada tidak sama sekali,” kata Ketua Umum Yayasan Cahaya Peduli Semesta Indonesia, Dr dr Cashtry Meher M Kes MKed (DV) Sp.DV di Desa Adat Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (2/7/2022).
Dalam program kerjanya, YCPSI memakai metode pendekatan sosial budaya. Ini diterapkan pertama kali di Kepulauan Nias, dimana, YCPSI membagikan buku edukasi dalam terjemahan Bahasa Nias.
Ketua YCPSI Dr dr Cahsty yang menuliskan buku berjudul “Da ta’uduni wa’akõ’õfõ” atau “Ayo Kita Melawan Stunting” dengan bantuan Seniman dan Budayawan Nias, Drs Yas Harefa.
Dr. Cashtry mengatakan metode yang tepat saat ini yakni dengan pendekatan lokal yakni melalui komunikasi, sebelum memulai proses edukasi kepada masyarakat.
“Yang utama adalah edukasi dengan membuat buku dan modul ajar. Masyarakat nanti mengikuti focus group discussion selama 15 menit per hari selama satu minggu dengan menggunakan buku dan modul berbahasa Nias.”
Wakil Bupati Nias Barat Era Era Hia mengapresiasi penerbitan buku berisi tentang panduan melawan stunting dalam Bahasa Nias.
“Ini sangat luar biasa karena dengan ada (buku) Bahasa Nias, jadi mudah bagi masyarakat kita yang kebetulan masih belum bisa berbahasa Indonesia untuk lebih mengerti. Tentunya buku ini nanti yang menjadi topik kita untuk mengedukasi masyarakat karena kami lihat buku ini benar-benar sangat lengkap sekali, semacam buku panduan ya buku petunjuk untuk menangani masalah stunting,” kata Era Era Hia.
Tak lupa Era Era Hia mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Cahaya Peduli Semesta Indonesia atas buku yang diberikan dan menjajaki kemungkinan untuk memperbanyak buku tersebut secara mandiri.
“Di Nias Barat angka stunting cukup tinggi 27,9 persen, jauh di atas rata-rata nasional (24,4 persen) dan rata-rata Provinsi Sumatra Utara (25,8 persen).Kami sudah susun rencana aksi yang akan Pemerintah Kabupaten Nias Barat lakukan. Kami sangat berterimakasih (kepada YCPSI) karena bukan hanya kami yang mengatasi masalah ini. Dengan kerjasama yang baik, kolaborasi yang baik semua elemen masyarakat, saya yakin sebagai wakil bupati sekaligus Ketua Tim Penanggulangan Stunting di Nias Barat, bahwa suatu saat nanti angka stunting di Nias Barat akan turun,” kata Era Era Hia.
Sementara, Wakil Bupati Nias Selatan, Firman Giawa menyambut Tim YCPSI di rumah dinasnya di Jalan Saonigeho, Kelurahan Pasar, Kecamatan Teluk dalam. Ia memberikan dukungan terhadap program YCPSI.
“Mari kita bergandengan tangan. Kalau hanya Pemerintah tidak ada apa-apanya. Tapi beberapa elemen, LSM, pers, dan beberapa organisasi kalau saling bergandengan tangan dalam menangani masalah stunting ini, saya yakin bahwa itu selesai dalam waktu tidak terlalu lama. Target tahun ini stunting di Nias Selatan bisa kita tangani paling tidak turun 30-50 persen,” kata Firman, Sabtu (2/7/2022).
Menurut pengakuan beberapa narasumber, kendala di Kepulauan Nias adalah minimnya akses transportasi serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat termasuk tidak adanya perhatian terhadap gizi anak.
Ke depan, YCPSI sudah merancang program untuk mengedukasi masyarakat Nias bagaimana membuat makanan bergizi secara sederhana dengan memanfaatkan kearifan lokal seperti ikan, telur, dan sayuran di sekitar rumah.
Di Nias, YCPSI bekerjasama dengan Banua Niha Keriso Protestan (BNKP). Komunikasi pertama dengan masyarakat melalui Jemaat BNKP di Nias Barat, Nias Selatan, dan Kabupaten Nias. Dosen dan Kolumnis putra daerah Fotarisman Zaluchu yang memandu setiap pertamuan tersebut dalam Bahasa Nias. Tentunya dengan suasana yang selalu membaur dan gelak tawa.
Selain itu, YCPSI juga meyambangi Kantor Dinas Kesehatan Gunung Sitoli, BNKP, dan RSUD Gunung Sitoli. Kepala Dinas Kesehatan Gunungsitoli Wilser Juliadi Napitupulu mengungkapkan sebanyak 310 anak menderita stunting di Gunung Sitoli. Sementara, untuk penanganan masalah stunting, RSUD Gunungsitoli masih kekurangan dokter.
Pada 30 Juni hingga 3 Juli, YCPSI yang terdiri dari dokter, dosen, dan pemerhati kesehatan mengunjungi beberapa tempat dan berbicara dengan para pejabat, tokoh masyarakat, pemuka agama, serta masyarakat setempat di Pulau Nias.
“Selanjutnya, Kami akan bergerak ke Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan, karena di wilayah itu adalah zona merah stunting,” kata Dr Cashtry, Rabu (6/7/2022).
Di Pulau Nias, Kabupaten Nias, Nias Selatan, dan Nias Utara merupakan zona merah dengan angka prevalensi di atas 30 persen. Sementara Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli, saat ini berada di zona kuning dengan prevalensi stunting di bawah 30 persen.
Berdasar Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, kondisi stunting di Sumatra Utara sangat memprihatinkan. Tercatat 13 dari 33 kabupaten dan kota berstatus merah alias memiliki prevalensi stunting di atas angka 30 persen.
Selain itu, Sumatra Utara, berada di peringkat lima besar provinsi di Indonesia dengan jumlah balita stunting atau kerdil terbanyak setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten.
Hasil SSGI pada 2021 mencatat angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Pemerintah mematok prevalensi stunting turun tiga persen pada 2022 serta menargetkan angka prevalensi 14 persen di 2024. (ts-02)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.