tobasatu.com, Medan | Eksekusi pengosongan D’Caldera Coffee di Jalan Sisingamangaraja, Medan oleh Pengadilan Negeri Medan berujung ricuh, Rabu (13/7/2022) pagi. Akibatnya, sejumlah orang diamankan ke Polrestabes Medan, termasuk pemilik Cafe, dr John Robert Simanjuntak.
Amatan wartawan, sebelum eksekusi dimulai, sejumlah massa yang terdiri dari penggiat seni hingga aktivis melakukan aksi penolakan. Namun, aksi saling dorong tak terhindarkan, usai pembacaan surat eksekusi yang dilakukan oleh juru sita Pengadilan Negeri Medan.
“Kami bukan perampok pak Kapolri, kami yang punya tanah ini yang sah, sudah diuji dan sudah mereka gugat tapi kami yang menang. Tetapi mengapa kami yang terusir,” teriak Megawati Simanjuntak, adik dari dr John Robert.
Sementara itu tim juru sita Pengadilan Negeri Medan Darwin Ginting yang ditemui di lokasi mengatakan, eksekusi tersebut dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan dengan penetapan Nomor: 33/Eks/2018/79/Pdt.G/2006/PN.Mdn.
“Penetapan ini berdasarkan gugatan perkara Nomor: 79/Pdt.G/2006/PN.Mdn, yang sudah berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa selama ini sudah ada perlawanan-perlawanan hukum yang dilakukan termohon eksekusi dalam hal ini oleh John Robert Simanjuntak. Namun, sebelumnya sudah ditolak. “Jadi, semua (perlawanan) sudah ditolak,” ujarnya.
Sementara itu, Jonni Silitonga, kuasa hukum dari John Robert menyatakan bahwasanya sertifikat hak milik (SHM) nomor 481 dan 482 milik klien mereka hingga saat ini masih sah. Karenanya, sambung dia, hal ini juga yang menjadi alasan kenapa kliennya melawan eksekusi.
“Kenapa kami melawan eksekusi karena sertifikat ini masih sah milik klien kami. Sertifikat 381 dan 382 setelah digugat pemohon eksekusi, itu gugatan itu ditolak. (Dalam) eksekusi ini juga, permohonan pertama kita tidak dimasukkan sebagai salah satu pihak yang mereka gugat sampai pihak kasasi,” ujarnya.
Sedangkan kuasa hukum pemohon eksekusi Oktaman Simanjuntak di lokasi kepada wartawan mengatakan proses eksekusi tersebut telah dilakukan penggugat sesuai dengan prosedur, yang mana hal tersebut dilaksanakan berdasarkan keputusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
“Sehingga proses eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka penetapan eksekusi dilakukan dengan dihadiri pihak kepolisian sebagai pengamanan di Sumatera Utara ini, pihak pengadilan dan kami sebagai kuasa hukum,” sebutnya.
Dia juga menjelaskan dalam perkara sengketa ini penggugat tidak memiliki hubungan keluarga dengan tergugat dan hubungan kedua belah pihak hanya dalam konteks perkara. Kendati demikian, Oktaman mengakui bahwa tergugat I Margaret Br Sitorus dengan kliennya atau penggugat adalah ahli waris dari almarhum Ihut Kasianus Manurung.
“Dalam putusan pengadilan, istri pertama (tergugat I) membuat surat keterangan tanah (SKT) yang menjadi alas untuk membuat sertifikat objek perkara, dan sudah dinyatakan tidak sah dan tidak punya kekuatan hukum. Maka segala sesuatu surat yang terbit berdasarkan SKT yang tidak punya kekuatan hukum yang tidak sah itu sudah dinyatakan tidak berlaku secara hukum,” katanya.
Oktaman memaparkan penggugat adalah anak dari istri kedua Ihut Kasianus Manurung sebagai ahli waris yang mengalaskan hak surat ganti rugi tahun 1951 dan berdasarkan putusan pengadilan surat ganti rugi tersebut sudah berkekuatan hukum.
Berdasarkan putusan, lanjutnya, dengan Nomor: 79/Pdt.G/2006/PN.Mdn tanggal 15 Agustus 2007 dalam amarnya menyatakan sebidang tanah dan bangunan yang berada di atasnya adalah boedel warisan dari almarhum Ihut Kasianus Manurung.
Terpisah, Ketua DPC Pospera Kota Medan, Sri RM Simanungkalit mengutuk keras penahanan terhadap kurang lebih 30-an orang yang mempertahankan ruko milik dr Robert Simanjuntak. Untuk itu dia meminta agar semua yang ditahan di Polrestabes Kota Medan segera dibebaskan.
“Kami meminta agar seluruh rekan kami yang ditahan segera dilepas. Apabila tidak dilepaskan dalam waktu 1×24 jam, maka kami akan melakukan aksi solidaritas secara besar-besaran,” tegasnya. (ts-24)