tobasatu.com, Medan | Kasus dugaan cabul terhadap anak usia bawah umur di Madina disyaki terjadi penerapan pasal yang janggal.
Kekecewaan ini dilontarkan Andi Candra Nasution, sebagai kuasa hukum korban kepada wartawan, Selasa (20/6). Tak hanya itu, kasus yang terjadi di tanggal 28 Maret 2023 terkesan berjalan ditempat.
BACA JUGA:
Andi menduga Polres Madina tidak menerapkan UU Perlindungan Anak No. 23/2022.
“Kita sangat kecewa, karena kasus ini seharusnya sudah masuk ke ranah pengadilan. Kami merasa sangat kecewa juga kepada penyidik hukum di Polres Madina yang menangani kasus dugaan pencabulan anak, tapi tidak menjalankan amanah dari pemerintah. Karena dalam kasus ini justru menerapkan pasal hukum yang sangat janggal,” kata Andi Candra Nasution.
Ia menerangkan bahwa laporan tindakan pencabulan tersebut dialami, Bunga (3), nama samaran, yang dilakukan oleh ayah kandungnya. Atas peristiwa ini ibu korban membuat laporan ke Polres Madina dengan No LP/B/73/III/2023/ SPKT/Polres Mandailing Natal/Polda Sumut di tanggal 30 Maret atas peristiwa di tanggal 28 Maret.
Namun, kata Andi justru laporan tersebut diterima dengan menerapkan Pasal 289 KUHP Pidana. Pasal ini jelas tidak sesuai karena seharusnya Undang-undang No. 23/2022 tentang perlindungan anak.
“Karena dalam hal ini pasal 13 ayat 2 yang mengatur apabila orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak sebagaimana tersebut di atas akan dikenai pemberatan hukuman,” ucapnya.
Andi melanjutkan bahwa sampai saat ini pihaknya sebagai kuasa hukum korban belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyelidikan (SP2HP). “Sebagai kuasa hukum, kami belum menerimanya telah beberapa kali kami ajukan permintaan juga tidak diberikan. Ada apa dengan penyidik di Polres Madina?,” katanya.
Disampaikan Andi, bahwa pelaku sudah dilimpahkan kepada pihak Kejari Madina, tetapi belum ada proses apa pun.
“Untuk tersangka sudah ditetapkan, tapi belum proses P21 dengan alasan penelitian berkas perkara,” katanya.
Andi mengatakan bahwa pihaknya telah berungkali mempertanyakan hal tersebut, tapi tidak juga diindahkan. Akhirnya pelaku yang sudah dijadikan tersangka dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Madina.
“Kami sebagai kuasa hukum sudah berungkali mempertanyakan ini,” katanya.
Andi juga merasa kecewa terhadap sikap oknum jaksa yang menangani perkara tersebut yang tidak profesional.
“Yang lebih membuat kami kecewa dan nilai janggal, klien kami dalam hal ini ibu korban yang tidak memahami hukum berungkali dipanggil Jaksa Penuntut Umum (JPU), tanpa adanya surat panggilan. Seharusnya, disini bila ada kekurangan dalam penyidikan perkara seharusnya penyidik dari kepolisian memanggil pelapor bukan JPU karena perkara sendiri belum masuk ke ranah persidangan. JPU pun memberikan tekanan kepada pelapor untuk apa memakai pengacara,” kata Andi.
Atas dasar itu, kata Andi pihaknya akan segera menyurati pihak Kejaksaan Tinggi (Kejatisu) untuk menurunkan tim melakukan pemeriksaan.
“Terkait dengan dugaan tindak cabul ini, kita akan segera menyurati lembaga pemerhati anak atau Menteri PPA untuk segera menurunkan tim agar hak-hak dasar perlindungan anak dapat terpenuhi. Termasuk menurunkan tim pendamping trauma centre agar anak yang menjadi korban tidak menjadi trauma,” tegas Andi. (ts04)