Sineas Mancanegara Ikut Meriahkan Medan Film Festival 2023 di Taman Budaya

441
Kadis Pariwisata Kota Medan Yuda P. Setiawan, S.STP, MSP berfoto bersama Festival Programer MFF 2023 dr Daniel Irawan, dan Direktur Medan Festival Film Andi Hutagalung, Jumat (25/11/2023).

tobasatu.com, Medan | Sejumlah karya sineas nasional dan mancanegara bakal ikut meramaikan Medan Film Festival (MMF) tahun 2023, yang berlangsung selama dua hari, Sabtu – Minggu (25-26/11/2023) di Taman Budaya Jalan Perintis Kemerdekaan No.33, Medan.

Sejumlah aktor/artis dari Jakarta juga  dijadwalkan akan menghadiri festival yang digelar Pemko Medan melalui Dinas Pariwisata Medan ini. Salah satunya Atiqah Hasiholan. 

Menariknya, MFF 2023 ini akan mengangkat tema Cross Culture. Tema ini dipilih sebagai ruang kerja kreatif, dimana dalam proses pembuatan film terutama yang bernuansa etnis, tidak harus dilakukan oleh kelompok masyarakat dari etnis tersebut. 

“Sebagai media kreatif, film terbuka bagi siapa saja yang ingin menggarap suatu tema tertentu. Artinya film Melayu tidak harus digarap oleh orang  Melayu. Orang Batak boleh saja menggarap film etnis Jawa. Justru di sanalah cross culture terjadi. Proses pembuatan film, memberikan ruang dan kesempatan bagi seseorang untuk menggali dan memahami budaya orang lain,” kata Festival Programer MFF 2023 dr Daniel Irawan, Jumat (25/11/2023)

Sebagai kota multietnis, menurut Daniel, potensi industri film di Medan sangat besar sekali. Hal itu pun sudah dibuktikan dimana pada periode tahun 1953-1983 Medan pernah menjadi kiblat industri film di tanah air. Pada masa itu, ada belasan film yang diproduksi di Medan dan beberapa di antaranya melibatkan aktor/aktris nasional.

Daniel merinci, di masa itu, sejumlah film produksi Medan berhasil mendapat penghargaan, antara lain “Turang” yang meraih penghargaan di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 1960. Film ini meriah kategori film terbaik, sutradara terbaik, pemeran pembantu pria terbaik dan tata artistik terbaik.

Film “Butet” (Patah Tumbuh Hilang Berganti) produksi 1974, juga meraih penghargaan FFI pada 1975. Di tahun yang sama Medan juga terpilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan FFI.

“Kekayaan etnis yang ada di Medan tentu memberikan sumbangan positif bagi proses kreatif para sineasnya. Hal itu yang tidak dimiliki kota-kota lain. Semangat inilah yang coba diangkat kembali lewat festival ini,” kata Daniel.

Dijelaskan Daniel, karena kekayaan etnis yang dimilikinya itu, sebuah film garapan Medan, nantinya tidak hanya berkaitan dengan industri, tetapi juga bernilai edukasi. Karenanya iklim perfilman di Medan harus terus diperkuat dengan berkolaborasi dengan berbagai elemen. 

“Masyarakat film di Medan berharap, festival ini dapat terus dilakukan dengan peningkatan-peningkatan dan waktu yang lebih lama. Sehingga sejarah yang pernah ditorehkan di masa lalu, bisa terulang dan target menjadikan Medan sebagai kota film Indonesia bisa terwujud,” tandasnya. (ts-02)