Menakjubkan…!!! Naomi Daviola Ditemukan Selamat Setelah Tiga Hari Tersesat di Gunung Selamat

340
Naomi Daviola saat ditemukan Tim SAR Gabungan, setelah tersesat selama 3 hari di Gunung Selamat, Purbalingga, Jawa Tengah.

tobasatu.com, Purbalingga | Kisah yang dialami Naomi Daviola, seorang pendaki gunung dari Semarang, Jawa Tengah, sungguh menakjubkan.

Wanita berusia 17 tahun yang masih berstatus siswa SMK 3 Negeri Semarang itu ditemukan dalam kondisi sehat walafiat setelah tiga hari tersesat di Gunung Selamat, Purbalingga, Jawa Tengah,

Kisah ditemukannya Naomi oleh tim SAR Gabungan ini memang cukup unik. Apalagi, menurut pengakuannya, Naomi hanya bertahan hidup dengan mengandalkan roti sobek dan air mineral, yang diisi ulangnya dari mata air pegunungan.

Menurut pengakuan Naomi, saat tersesat di hutan, dia juga sempat dituntun oleh seekor burung yang mengarahkannya ke jalan yang benar. Kisah Naomi ini pun viral di media sosial.

Vio mendaki Gunung Slamet lewat jalur Bambangan, Purbalingga, pada Sabtu (5/10). Sempat tersesat dua malam, Vio akhirnya ditemukan tim pencari di Pos 7 Gunung Slamet pada Selasa (8/10) sore. Dia tiba di rumahnya di Jalan Kauman Baru Blok B, Karangroto, Genuk, pukul 23.30 WIB, Selasa (8/10).

Vio ikut pendakian bersama ke Gunung Slamet dengan orang yang ia temui di TikTok. Vio berangkat ke jalur pendakian Gunung Slamet wilayah Purbalingga dengan naik motor sendiri, Sabtu (5/10). Sebelumnya, Vio pernah mendaki Gunung Ungaran.

“Dari sini nggak ada teman, ke Gunung Slamet sendiri, ketemunya di basecamp,” kata Vio kepada wartawan DetikJateng di rumahnya, Rabu (9/10/2024).

Vio menjelaskan, ada tiga kelompok dalam pendakian bersama itu. Mereka baru bisa melakukan pendakian pukul 23.45 WIB. Mereka tidak mendirikan tenda, sehingga langsung turun begitu sampai puncak.

“Awalnya aman-aman saja, jalan sesuai jalurnya. Naik puncak juga sesuai jalurnya. Sampai Plawangan itu jam 10.00 WIB, dapat sunrise di perjalanan. Terus naik ke puncak sampai atas sekitar jam 12.00 WIB,” tuturnya.

Vio tergabung di kelompok 3 yang terdiri dari 7 orang. Tapi tiga orang sudah turun duluan. Sementara dia bersama dua laki-laki dan satu perempuan lainnya baru naik ke puncak saat ketiga orang itu sudah turun.

“Kita naik berempat, terus turun kita berempat, kita gandengan. Mas-mas rambut pirang duluan, saya mau nyusul, saya kira saya bisa nyusul tapi ternyata nggak. Saya capek, saya istirahat dulu,” cerita Naomi.

“Saya nengok ke belakang masih ada orang. Tapi nengok lagi yang ketiga (kali) itu sudah nggak ada (orang). Depan awalnya ada orang itu juga nggak ada. Cerita mereka (dua orang di belakangnya) juga sama, mereka nengok ke saya yang ketiga (kali) itu udah nggak ada,” lanjutnya.

Melihat medan di depannya hutan belaka dan tak ada orang lagi, Vio pun panik dan berteriak minta tolong. Tapi tak ada seorang pun yang dia temui saat itu.

“Itu hari Minggu, saya mikirnya harus ndampingi anak-anak ke gereja, kalo nggak ada nanti siapa yang mendampingi. Yang kepikiran itu pokoknya ke gereja, ke gereja. Mau turun juga nggak bisa, karena depan saya full hutan, harusnya nggak gitu,” ucap dia.

“Kemarin ada yang bilang saya ambil jalur kanan, padahal nggak, saya ambil jalur tengah. Bingung harus ke mana, lewat mana, benar-benar sendiri di sana,” sambungnya.

Vio kemudian mencoba mencari jalan keluar. Hutan itu dia susuri terus sampai bawah. Akhirnya Vio menemukan pagar yang entah akan tembus ke mana, sehingga dia memutuskan kembali naik.

“Tapi semakin saya naik, semakin treknya naik. Jadi kita ngejar sesuatu yang nggak bisa kita kejar. Karena saya capek saya berhenti, saya ke sana kemari lihat-lihat sekitar,” jelasnya.

Hujan pun mulai turun. Vio memutuskan memakai jas hujan, duduk, dan beristirahat sambil melawan rasa takutnya. Dia tak pernah menyangka harus menghabiskan malam sendirian di Gunung Slamet yang baru sekali itu dia daki.

“Terus akhirnya turun, istirahat tapi nggak bisa benar-benar tidur. Cuma nyandar di batu pakai tongkat trekking pole. Setahu saya yang saya dudukin itu jeglong, tapi waktu bangun udah gundukan tanah. Di situ saya liat sunrise, nggak bisa foto karena HP mati dari Minggu, powerbank nggak tahu di mana juga,” paparnya.

Saat itu entah dari mana seekor burung muncul di hadapannya. Burung itu seperti menunjukkan jalan ke arah yang benar. Dia pun mengikuti arah burung itu.

“Saya lihat ke depan ada burung, saya ngerasa diarahin ke bawah, saya ikutin, dia turun aku turun. Dia naik aku naik. Tapi jalan yang dipilih jelek, jadi saya sampai luka-luka,” kata Vio.

Karena masih tak menemukan jalan, Vio memilih kembali naik. Selama tersesat, dia hanya mengandalkan roti sobek yang tinggal 6 potong dan botol air mineral 1,5 liter yang dia isi ulang dari mata air.

“Makannya benar-benar dihemat, sepotong buat sehari karena nggak tahu bakal sampai kapan. Bahkan sampai sekarang rotinya masih,” jelasnya.

“Selama malam itu yang dipikirin kan masih punya adik-adik, nggak mungkin saya ninggalin mereka, nyerah gitu saja. Mama papa susah-susah nyekolahin, masak hilang gitu aja. Nenek juga yang merawat saya dari kecil, pokoknya (saya) harus ketemu nggak boleh hilang. Doa sama Tuhan, pokoknya semua pikiran tentang kelurga. Nggak ada yang ngalahin mereka,” sambungnya.

Saat terjadi hujan badai pada Senin (7/10) pukul 16.00 WIB, Vio memilih berhenti dan bersandar pada pohon hingga tertidur. Terbangun sekitar pukul 20.00 WIB, ia melihat secercah cahaya menembus gelapnya hutan.

“Saya lihat ke belakang ada senter, tapi nggak tahu itu orang atau bukan. Habis itu jam 20.00 WIB saya milih tidur lagi, tapi nggak tenang hatinya, takut ada apa-apa,” kata dia.

“Paginya makan, minum, lihat sunrise, ditunjukin lagi sama burung, ada 3. Jengkelnya burung itu ngarahin ke yang akar-akar semua, kalau akar diinjak kan patah, kalau patah itu saya jatuh,” imbuhnya.

Setelah berjalan lumayan jauh, sekitar pukul 09.00 WIB Vio mendengar ada suara orang berteriak. Perasaannya langsung lega saat itu juga. Harapan seolah datang.

“Ada yang teriak-teriak ‘Mbak Vio di mana?’ saya bilang ‘saya di sini’. Di situ saya lega banget udah ditemuin. Akhirnya ditolong sampai bawah. Sama sekali nggak digendong soalnya nggak ditawarin,” terangnya.

Vio langsung memeluk salah satu anggota tim SAR gabungan yang telah menjemputnya. Tangis lega pun pecah saat itu. Mereka kemudian turun dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.

“Bapaknya cerita nyari dari Senin, nyari dua jalur, via Bambangan ke Gunung Malang dan sebaliknya,” jelasnya.

Setelah bertemu kedua orang tuanya, Vio langsung menangis sejadi-jadinya dan memeluk mereka. Usai dua hari tersesat sendirian, Vio akhirnya ditemukan dalam kondisi sehat meski lemas.

“Begitu ketemu orang tua seneng banget sampai nangis, peluk mama. Trauma sih nggak, tapi yang jelas nggak bakal dibolehin naik gunung lagi,” pungkas dia. (ts/dtc)

 

Sumber : detik.com