BACA JUGA:
Oleh: Mardiansyah Manurung, S.Sos., M.M.
Pengamat Administrasi Publik dan Tata Kelola Pemerintahan – Universitas Islam Sumatera Utara
Peristiwa terbakarnya rumah pribadi seorang hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, yang diduga dibakar oleh orang tak dikenal, menjadi tamparan keras bagi wibawa negara.
Kejadian ini terjadi di tengah proses persidangan kasus besar dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara, yang menyita perhatian publik. Sebagai akademisi administrasi publik, saya memandang insiden ini bukan sekadar tindak kriminal, tetapi indikasi serius lemahnya tata kelola pemerintahan dan kehadiran negara dalam melindungi pelaksana fungsi hukum.
Catatan Krusial :
1. Negara dan Krisis Tata Kelola Keadilan
Administrasi publik modern menempatkan perlindungan terhadap aparatur negara terutama mereka yang menjalankan fungsi yudisial sebagai bagian dari fungsi pelayanan publik yang strategis. Ketika seorang hakim, simbol utama keadilan, menjadi korban teror, maka itu berarti negara gagal menata sistem pengamanan dan dukungan kelembagaan bagi pelaksana hukum. Negara tidak boleh hanya hadir sebagai regulator, tetapi harus bertindak sebagai protector pelindung bagi penegak hukum dan bagi nilai keadilan itu sendiri.
2. Keadilan sebagai Fungsi Administrasi Negara
Dalam teori administrasi publik, hukum dan keadilan termasuk dalam public service domain. Artinya, menjaga integritas aparat peradilan bukan sekadar urusan lembaga peradilan, melainkan tanggung jawab keseluruhan sistem pemerintahan. Jika hakim harus berhadapan dengan ancaman tanpa perlindungan sistemik, itu menunjukkan defisit koordinasi antarinstansi dan lemahnya desain kebijakan publik di sektor hukum dan keamanan.
Administrasi publik yang sehat seharusnya memastikan bahwa semua pelaksana fungsi negara dapat bekerja tanpa rasa takut, tanpa tekanan, dan tanpa intervensi.
3. Ancaman terhadap Hakim adalah Ancaman terhadap Negara
Dalam konteks administrasi pemerintahan, setiap ancaman terhadap pejabat publik dalam menjalankan tugasnya adalah bentuk serangan terhadap legitimasi negara.
Hakim adalah perpanjangan tangan negara dalam menegakkan hukum; ketika ia diteror, maka yang diserang bukan hanya pribadi, tetapi otoritas negara itu sendiri.
Negara yang membiarkan teror semacam ini tanpa reaksi cepat dan tegas sedang menurunkan martabatnya di mata publik. Hal ini berbahaya, karena kepercayaan publik (public trust) adalah modal sosial utama bagi efektivitas pemerintahan.
4. Lemahnya Sistem Respons Administratif
Dari kacamata administrasi publik, kasus ini menunjukkan ketidaksiapan sistem respon krisis di tubuh birokrasi negara. Koordinasi antar lembaga hukum dan keamanan tampak lamban, padahal di era modern, policy responsiveness adalah indikator utama keberhasilan tata kelola pemerintahan. Sebuah negara yang baik harus mampu menampilkan reaksi cepat (quick response system) terhadap ancaman publik seperti ini. Bukan hanya untuk melindungi individu, tetapi juga untuk menegaskan bahwa negara tidak tunduk pada intimidasi.
5. Momentum Reformasi Tata Kelola Penegakan Hukum
Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum untuk melakukan reformasi menyeluruh pada sistem tata kelola penegakan hukum. Negara perlu membangun mekanisme perlindungan lintas sektor, yang tidak hanya berbasis keamanan fisik, tetapi juga perlindungan hukum, sosial, dan psikologis bagi hakim, jaksa, dan penyidik. Perlu ada policy framework baru yang menjamin:
- Integritas hakim dijaga oleh sistem, bukan hanya oleh individu.
- Penegak hukum tidak bisa diintimidasi oleh kepentingan politik atau ekonomi.
- Negara memiliki early warning system terhadap potensi ancaman terhadap aparat publik.
6. Penutup: Keadilan Tidak Bisa Hidup Tanpa Negara yang Tegas
Kebakaran rumah hakim ini adalah alarm keras bagi negara. Jika negara tidak segera menegakkan kembali kehadirannya, publik akan menilai bahwa keadilan bisa dibungkam dengan api. Sebagai pengamat administrasi publik, saya menegaskan bahwa kehadiran negara bukan hanya soal kebijakan, tetapi soal keberanian moral dan ketegasan sistem. Negara harus berdiri di garis depan melindungi mereka yang menegakkan hukum, karena hanya dengan itu wibawa pemerintahan dapat kembali ditegakkan. Keadilan tidak boleh ditakuti. Dan negara tidak boleh takut membela keadilan. (ts-03)







