Turunnya PAD dalam APBD-P Disinggung Fraksi HPP

741

tobasatu.com, Medan | Fraksi Hanura, PSI, PPP (HPP) menyinggung penyebab turunnya pendapatan asli daerah (PAD) dalam APBD-P tahun 2021.

Sorotan itu disampaikan Wakil Ketua Fraksi HPP DPRD Medan, Hendra DS pada pemandangan umum terhadap rancangan peraturan daerah Perubahan APBD Tahun 2021 Pemko Medan di ruang paripurna gedung dewan, Senin (13/9/2021).

Beberapa pertanyaan Fraksi HPO terkait pendapatan berdasarkan dokumen Rancangan Anggaran Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun anggaran 2021 yang telah disampaikan Pemerintah Kota yakni bahwa Pendapatan Daerah sebelum APBD-P tahun 2021 sebesar Rp5.196.465.514.207 pada APBD-P tahun anggaran 2021 menjadi Rp5.208.964.175.119 atau naik Rp12.498.660.912.

Adapun komposisi pendapatan daerah terdiri dari Pendapat Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah sebelum APBD-P sebesar Rp2.159.475.572.085 dan pada APBD-P menjadi sebesar Rp2.139.239.943.474 atau turun sebesar Rp20.235.628.611. Lalu
Pendapatan Transfer sebelum APBD-P sebesar Rp3.036.989.942.122 dan setelah APBD-P menjadi sebesar Rp3.069.724.231.645 atau mengalami kenaikan sebesar Rp32.734.289.523.

Dari komposisi pendapatan daerah ini, dapat dikatakan pendapatan daerah pada APBD-Perubahan ini mengalami pelambatan. Kata Hendra menurut pandangan fraksinya kondisi ini tidak baik dalam upaya peningkatan program pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Terkait hal itu, HPP mempertanyakan formulasi kebijakan dan upaya-upaya yang akan dilakukan pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Namun tetap mempertimbangkan sulitnya ekonomi masyarakat di masa pandemi covid-19. Kemudian terkait penurunan pendapatan di sektor PAD, lanjutnya, ingin mengetahui selain alasan pandemi covid-19, apa penyebab turunnya pendapatan asli daerah dalam APBD-P ini. Seperti penurunan yang terjadi pada pendapatan pajak daerah dan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sedangkan terkait belanja, Proyeksi belanja daerah yang dianggarkan pada APBD-P Tahun 2021 sebesar Rp5.731.395.062.275 atau naik sebesar Rp384.929.548.068 jika dibandingkan belanja daerah sebelum perubahan. Dari tiga alokasi belanja, yakni belanja daerah yang terdiri dari Belanja Pegawai naik sebesar Rp68.735.095.282 sehingga pada APBD–P ini menjadi Rp4.717.344.539.567 dari sebelum perubahan sebesar Rp4.648.609.444.285. Belanja Modal naik sebesar Rp241.194.452.786 sehingga pada APBD-P ini menjadi Rp867.812.645.525 dari sebelum perubahan sebesar Rp626.618.192.739. Belanja Tak Terduga juga mengalami kenaikan cukup tinggi yakni sebesar Rp75.000.000.000 sehingga menjadi sebesar Rp146.237.877.183 dari sebelum APBD perubahan sebesar Rp71.237.877.183.

Dalam hal ini HPP mempertanyakan argumentasi apa pertambahan alokasi belanja tersebut. Padahal jika dirujuk pada pendapatan daerah pada APBD Perubahan ini tidak mengalami kenaikan secara signifikan, yakni pendapatan daerah lebih kecil dari belanja daerah.

Terutama kenaikan alokasi belanja pada belanja tak terduga yang mencapai kisaran 51 persen. Fraksi HPP khawatir seperti yang terjadi pada APBD-P Tahun 2020 lalu, untuk belanja bantuan sosial juga naik mencapai 300,34 persen. Namun realisasi dan outcome yang didapatkan masih belum optimal.

Diakhir Pemandangan Umumnya, Hendra juga menyoroti terkait penanganan Pemko Medan soal Covid 19. Berdasarkan liris update data perkembangan covid-19 di Sumatera Utara pada 4 September 2021, jumlah orang meninggal karena covid-19 sebanyak 823 orang. “Opini yang berkembang di masyarakat saat ini, bahwa setiap ada orang meninggal dunia selalu dikaitkan dengan covid-19,” bebernya.

Oleh karena itu, HPP mempertanyakan berapa jumlah ril orang meninggal di kota Medan karena positif covid-19, berapa orang meninggal terindikasi covid-19 dan berapa orang meninggal bukan karena covid-19. “Mohon penjelasan disertai data-data,” ungkapnya.

Selain data orang meninggal karena covid-19, fraksi HPP juga ingin mempertanyakan tentang adanya informasi berkembang bahwa sertifikat vaksin covid-19 merupakan syarat wajib dalam mengurus berbagai administrasi di pemerintahan.

“Misalkan warga yang ingin mengurus KTP dan KK harus menunjukkan sertifikat vaksin covid-19, tapi disisi lain, warga yang ingin melakukan vaksin covid-19 harus menunjukkan KTP. Mohon penjelasan,” tandasnya. (ts04/ts02)